Rabu, 08 Juli 2015

Peranan Rumah sakit terhadap Kesehatan



Rumah sakit sebagai provider pelayanan kesehatan dewasa ini telah mengalami perubahan yang mendasar yaitu sebagai lembaga sosial sekaligus profit oriented. Rumah sakit memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Namun pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan pasien belum menjadi agenda utama rumah sakit. Dari sisi pengambil kebijakan pemerintah melalui PP no 69 tahun 1991 tentang pemeliharaan kesehatan mewajibkan pegawai negeri sipil, penerima pensiun, dan veteran sebagai peserta wajib asuransi serta pegawai BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta sebagai peserta sukarela. Kebijakan ini diperkuat dengan UU no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dipertegas Kepmenkes no 1241/Menkes/SK tanggal 12 November 2004 tentang pemerataan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga miskin (Trisnantoro, 2008). Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi tentang data kesehatan dirinya. 
Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi, dan politik berada pada situasi krisis, termasuk sector kesehatan telah membuat masyarakat terutama masyarakat golongan miskin bertambah menderita karena semakin sulit menjangkau fasilitas kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini, rumah sakit sebagai organisasi sosial bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat_ Rumah sakit harus dapat
berfungsi sebagai rumah sehat yang melaksanak.an kegiatan promotif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit, dan masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat.
Akan tetapi di lapangan kita menjumpai adanya kendala yang dihadapi pasien yang menggunakan sistem pembiayaan Askeskin. Kendala yang dihadapi pasien tersebut antara lain obat yang diluar DPHO menjadi beban pasien sehingga akan ada suatu pendapat bahwa pelayanan yang diberikan kurang memuaskan. Menurut catatan BPS tahun 2007 derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (Depkes RI, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan dirumah sakit masih belum memadai. Selalu ada ketimpangan yang terjadi didalamnya, baik pembiyayaan obat-obatan maupun pelayanan yang diberikan. Hal ini terjadi karena adanya unsure pembalasan. Misalnya seseorang yang bergelut didunia kesehatan tentunya mengeluarkan banyak biaya untuk pelaksanaan studi dan lain sebagainya. Oleh sebab itu timbul pemikiran bahwa apa yang mereka berikan tidak semudah dengan apa yang mereka dapatkan. Tidak ada toleransi baik yang miskin maupun sama, baik yang memiliki surat kesehatan yang berasal dari pemerintah maupun yang mendapat bantuan kesehatan lainnya. Akibatnya timbul sebuah anekdog yang mengatakan bahwa” Orang Miskin dilarang sakit”. Masyarakat yang berekonomi lemah cenderung memilih pelayanan kesehatan yang dekat dan murah sehingga terkadang hasilnya tidak memuaskan. Ketimpanga-ketimpangan inilah yang membuat kesehatan di Indonesia mandek. Lewat karya monumentalnya, The Turning Point, Fritjof Capra memaparkan prediksi futuristik bahwa saat ini kita tengah mengalami titik balik peradaban. Ini terlihat dari menurunnya kemampuan modernitas dalam mencapai tujuan kemanusiaan. Satu gerak yang terbarengi oleh dahaga spiritual dan kesadaran ekologis atas tata hidup kita yang menjadi penyempurna kemanusiaan tersebut. Modernitas yang pada awalnya menjadi alternatif bagi abad gelap tak mampu lagi mengangkat kemanusiaan karena telah melenceng dari prinsip dasar kebudayaan.
Modernitas yang pada awalnya berasal dari penemuan-penemuan, pemikiran-pemikiran para ahli mulai dari Bacon, Rene Descartes, Newton, Albert Einstein, Copernicus, Galileo dan tokoh-tokoh lainnya adalah sesuatu yang membawa kita pada sistem modernisme, yang pada kesempatan ini pada puncak perubahan yang dramatis dan penuh resiko, Hanya saja, tepat di puncak inilah (modernisasi), kita mengalami kemerosotan, ini terjadi akibat patologi modernitas yang ditandai dengan akal meniadakan jiwa, kedigdayaan sains melahirkan perang nuklir, biaya kesehatan yang sangat mahal, inilah sebuah titik balik bagi keseluruhan planet.



Jumat, 01 Mei 2015


PENYUSUNAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENYIMPANGAN SEKSUAL (Veyourisme)


Topik                           :  Penyimpangan seksual (Veyourisme)
Penyuluh                     :  Mahasiswa
Kelompok Sasaran      :  Mahasiswa
Tanggal/Bln/Thn         :  25/04/2015
W a k t u                     :  60 menit

A.    LATAR BELAKANG
Cara utama untuk mendapatkan kepuasan seksual ialah dengan objek lain atau dengan cara lain yang dianggap keluar dari batas normal. Umumnya deviasi seksual ini dikategorikan sebagai parafilia. Parafilia merupakan gangguan perilaku psikoseksual, yang menyimpang dari norma-norma dalam hubungan seksual yang secara sosial tidak dapat diterima. Penderita senantiasa menggunakan fantasinya untuk mencapai kepuasan seksual. Fantasi ini cenderung berulang mendadak dan terjadi dengan sendirinya. Penyebab utama biasanya berhubungan dengan faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena kelainan atau gangguan organik pada alat kelamin, tidak dimasukkan dalam parafilia. Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme ialah keadaan seseorang yang harus mengamati tindakan sexual atau ketelanjangan (orang lain) untuk memperoleh rangsangan dan pemuasan seksual. Voyeurisme adalah preokupasi rekuren dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai skopofilia. Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa. Voyeurisme ini merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas seksual dengan orang yang dilihat.
Menurut penelitian yang dilakukan lembaga kesehatan Jerman, Bremen Health  awal Juli 2006 lalu, di negara Jerman, Swiss,  Austria dan Perancis sebanyak 43 % dari pelaku Voyeurisme melakukan pengintipan dari ruang kos atau apartemen. Sementara 17 % melakukan dari jendela hotel, 24 % melakukannya ke rumah tetangga, sedangkan 66 % mengintip siapa saja yang penting wanita, baik dikenal maupun pacar sendiri,sedang ganti baju, mandi, sedang bersetubuh, ataupun sedang mengganti pembalut. Arti dari hasil tersebut adalah komposisi ruang memang bisa berganti, namun bagi yang terbiasa melakukan kegiatan mengintip, setiap kesempatan kelihatannya akan dimanfaatkan untuk mengekspresikan perbuatan itu. Meski perbuatannya itu tergolong dalam kategori kelainan seksual. Masih menurut hasil penelitian Bremen Health, para pecandu mengintip ini jutru paling besar berpendidikan setingkat SMU, Diploma, S1, dengan status lajang dan banyak melakukan hal ini dikeramaian. Adapun  obyek bagian tubuh wanita yang menjadi sasaran adalah bagian dada wajah dan leher. Sementara bagi mereka yang berpendidikan S1 atau Pascasarjana, kegiatan mengintip ini dilakukan dengan cara yang lebih modern. Artinya mereka menggunakan binocular untuk menyalurkan hobinya tersebut. Asalkan kepuasannya tersalurkan dan tingkat keamanannya terjamin. Pelaku voyeurisme ternyata tidak sekadar keranjingan mengintip, sebab sebagian pelaku mengaku bahwa perbuatan mengintip akan disertai dengan masturbasi. Sejumlah pelaku secaras engaja ada yang berhasil merekam hasil intipan mereka yang tentunya akan dapat diintip (kaliini ditonton) berkali-kali. Yang perlu dikhawatirkan adalah pelaku voyeurisme yang menyebar-nyebarkan gambar kepublik. Bisa jadi video atau gambar foto yang diambil para pelaku voyeurisme menjadi kasus besar yang memalukan korban pengintipan. Apapun alasannya voyeurisme tetap membahayakan kita

B.     RUMUSAN MASALAH
1.        Apa yang di maksud dengan Voyeurisme?
2.      Menjelaskan tentang diagnosis Voyeurisme!
3.      Menyebutkan penyebab dari Voyeurisme!
4.      Bagaimana cara penanggulangan Voyeurisme?
5.      Bagaimna cara pencegahan Voyeurisme?

C.     TUJUAN
Penyuluhan ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengertian Voyeurisme, diagnosis Voyeurisme, penyebab Voyeurisme, cara penanggulangan Voyeurisme, dan cara pencegahan Voyeurisme.

D.    MANFAAT
Diharapkan dari pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan literature bagi pihak-pihak yang membutuhkan.




PEMBAHASAN

A.    Pengertian Voyeurisme
Voyeurisme berasal dari bahasa Perancis Voyeur yang berarti "melihat/mengintip".  Arti sebenarnya dari voyeurisme adalah tindakan untuk mendapatkan rangsangan maupun kepuasan seks, dengan terlebih dulu melihat orang lain telajang bahkan melepaskan pakaian. Namun anehnya, orang yang menderita voyeurisme baru merasa puas, jika orang yang diintip itu tidak tahu jika dirinya dilihat.
Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah skopofilia. Ciri utama voyeurisme adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksual berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatan seksual. Dari ini, penderita biasanya memperoleh kepuasan seksual. Voyeurisme sejati tidak akan terangsang jika melihat seseorang yang tidak berpakaian dihadapannya. Mereka hanya terangsang dengan melakukan pengintipan. Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.
B.        Diagnosis Voyeurisme
Menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic and Statistical Mannual of Mental Disorder fourth edition (DSM-IV), kriteria diagnosa untuk voyeurisme ialah seperti berikut :
1.   Seseorang dengan kebiasaan melihat orang yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian, atau orang lain yang sedang melakukan aktivitas seksual, yang dilakukan untuk membangkitkan hasrat seksual, dilakukan berulang kali, dan terus menerus dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
2.   Pelaku voyeurisme mengalami penderitaan dan frustasi berat sehingga mengganggu hubungan sosial, pekerjaan, dan aktivitas hariannya yang lain disebabkan oleh fantasi seksual dan kegiatan pengintipannya.
Menurut PPDGJ-III, pedoman diagnostic pada voyeurisme adalah;
1.   Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang berhubungan seksual atau berprilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
2.  Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi, yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.
C.    Penyebab Voyeurisme
1.      Rasa ingin tahu yang sangat mendominasi dirinya tentang aktivitas seksual.
2.      Penyebab voyeurisme mencakup faktor psikososial. Menurut teori psikoanalitik klasik dikatakan bahwa pasien penyimpangan seksual (voyeurism) dikarenakan kegagalan dalam menyelesaikan proses perkembangan normal menuju penyesuaian heteroseksual.
3.     Ketidak-adekuatan relasi dengan lawan jenis dan rasa ingin tahu yang sangat mendominasi dirinya tentang aktivitas seksual.
4.     Pernah mengalami trauma psikologis dari perlakuan jenis kelamin lain yang menambah kadar rasa kurang percaya diri.
5.      Adanya informasi dari berbagai media yang menyumbang pada kebebasan pornografi
6.      Adanya rauma pada usia anak.
7.      Ketidaksengajaan melihat orang sedang telanjang, sedang melepas pakaian, atau orang yang sedang melakukan hubungan seksual.

D.    Cara Penanggulangan Voyeurisme
·         Psikoterapi
Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya. Psikoterapi juga memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metoda yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual.
·         Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
Pada terapi ini seorang voyeur harus belajar untuk mengendalikan impuls (dorongan) untuk melihat aktivitas seksual orang lain dan memahami cara mendapatkan kepuasan seksual yang sebenarnya. Pasien diberi keberanian dalam mengutarakan masalah yang terdapat pada perilaku mereka serta berusaha mengubah pola piker yang salah. Terapi ini juga menggabungkan teknik yang mencegah terjadinya relaps yaitu dengan membantu pasien untuk mengontrol perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menghindari situasi yang mungkin membangkitkan keinginannya tersebut. Keberhasilan terapi ini belum jelas.

·         Farmakoterapi
Farmakoterapi biasanya diberikan pada voyeurisme yang sulit terkendali dengan psikoterapi maupun Behavioral terapi. Farmakoterapi bertujuan untuk menurunkan dorongan yang kuat (kompulsif) yang dihubungkan dengan parafilia.
Beberapa golongan obat yang dapat membantu penyembuhan antara lain:
Anti depresan.
Preparat hormonal- GnRH (gonadotropin-releasing hormones).
Anti-androgen, Cyproteron Asetat (CPA) dan Medroxyprogesteron Asetat (MPA).
·       Sosioterapi
Pendekatan kepada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempersalahkan. Selain itu, bisa dicoba untuk menyelami perasaan, karena acapkali gangguan tersebut terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu.

E.     Cara Pencegahan Voyeurisme 
Dalam banyak hal voyeurisme dapat ditemukan secara tidak sengaja dengan cara pemuasan seksual lainnya, tetapi tidak ada yang bisa memprediksi bagaimana hubungan antara hal tersebut terjadi. Masyarakat dapat meminimalisir insiden voyeurisme dengan cara antara lain menutup tirai, menutup jendela rapat-rapat, dan melakukan aktivitas seksual di tempat tertutup dan sebaiknya tanpa cahaya lampu bagi yang tinggal di kawasan padat penduduk misalnya rumah susun, asrama, dan sebagainya.
Selain itu diperlukan suatu undang-undang atau peraturan yang dapat menindak tegas setiap bentuk perilaku menyimpang seksual termasuk voyeurisme, yang dapat menyeret pelakunya ke meja hukum sehingga ada rasa takut untuk mengulangi perbuatannya, karena selama ini voyeurisme dianggap bukan sebagai tindakan kriminal karena sifatnya yang tidak menyakiti korbannya.








PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.     Voyeurisme adalah tindakan untuk mendapatkan rangsangan maupun kepuasan seks, dengan terlebih dulu melihat orang lain telajang bahkan melepaskan pakaian. Namun, orang yang menderita Voyeurisme baru merasa puas, jika orang yang diintip itu tidak tahu jika dirinya dilihat. Kerena dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.
2.     Pada dasarnya voyeurisme merugikan kedua belah pihak yaitu pelakunya sendiri dan korban tentunya. Voyeurisme sulit untuk dihentikan bila tidak ada motivasi dan kesadaran dari pelakunya, diperlukan suatu aturan hukum yang dapat menindak tegas pelakunya.
B.     Saran
Saran yang dapat kami ajukan yaitu sebaiknya jika ingin mandi dan mengganti pakaian usahakan menutup tirai atau menutup jendela rapat-rapat. Bagi yang ingin melakukan hubungan seksual sebaiknya melakukan aktivitas seksual di tempat tertutup dan sebaiknya tanpa cahaya lampu bagi yang tinggal di kawasan padat penduduk misalnya rumah susun, asrama, dan sebagainya.











A.    KEGIATAN
Mata Kuliah             :  Ilmu Dasar Keperawatan
Penyaji                        :     Ilham Margito. Mahum
Observer                   : Mahasiswa
Waktu                      : 
Tempat                     :  Kampus STIKES Nani Hasanuddin Makassar

B.     METODE
 Ceramah dan tanya jawab.
C.     MEDIA
Poster(gambar) dan Leaflet
D.    EVALUASI
Menjawab pertanyaan dari pemateri dan mahasiswa

No
Pokok pembahasan
Sub pokok pembahasan
Metode
Alat peraga
evaluasi
1
Pembukaan
-
-
-
-
2
Penjelasan mengenai Veyourisme
-      Latar belakang
-      Penyebab
-      Tanda dan gejala
Ceramah
Poster/Leaflet

3
Pengobatan
Terapi
Ceramah
Poster/Leaflet

4
penutupan
-
-
-
-